Pendidikan Transformatif bagi Guru: Sebuah Paradigma dalam Perspektif Global

 Pemikiran Alternatif untuk Membangun Paradigma Guru dalam Perspektif Global

Era globalisasi yang tengah dihadapi di zaman sekarang adalah situasi yang memberikan tantangan tersendiri. Salah satu gejala utama yang menandai adanya pengaruh globalisasi adalah derasnya arus informasi yang berasal dari Negara-negara maju yang telah menguasai dan mengendalikan informasi tersebut. Menurut Wuradji - menganalisa perkembangan globalisasi abad 21 - mendeskripsikan 3 ciri utama era globalisasi, yaitu liberalisasi perdagangan, keterbukaan arus informasi, dan tingkat persaingan yang tinggi. Menurutnya, persaingan dalam dunia kerja di era globalisasi sangat ketat, hanya mereka kompetetitif yang dapat memasuki lapangan kerja.  

Adanya persaingan dunia teknologi memberikan analisa yang cukup mengejutkan. Perkembangan teknologi informasi semakin tahun mengalami laju petumbuhan yang semakin cepat, seperti yang digambarakan oleh Hardwirck  sebagai pertandingan dikatakan bahwa andaikata pada tahun pertama hanya satu unit, maka pergandaan pertama memakan waktu 1500 thaun, yang kedua 250 tahun, tetapi selanjutnya memakan 150 tahun menjelang abad 20, sejak tahun 1950-an peningkatan pergandaan ini semakintajam, selama 10 tahun pada tahun 1960, 7 tahun sampai 1967, 6 tahun sampai 1973. Di abad 21 hanya membutuhkan waktu mingguan saja penggadaan hasil temuan bisa dilakukan. Hasil ini meunjukan bahwa kecepatan persaingan yang ketat juga berlangsung cepat. Bisa dibayangkan bagaimana dengan kondisi SDM yang lemah ketika dihadapkan dengan situasi yang begitu cepat, tentunya mereka akan dengan mudah tergerus dengan arus yang deras ini dan tidak akan mampu bersaing.

Tuntutan akan kerja yang berkualitas dan professional tersebut juga berlaku dalam dunia pendidikan. Guru di abad 21 ini memliki tantangan yang cukup berat untuk memberikan kualitasnya dalam mengajar terutama menyiapkan murid-muridnya yang nantinya akan memegang kendali perkembangan zaman yang lebih cepat lagi di masa depan. Murid-murid tersebut adalah bagian dari manusia global. Manusia global yang ideal akan mampu bertahan dalam arus globalisasi. Manusia global yang ideal menurut Sujarwo adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa (bermoral), mampu bersaing, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki jati diri. Salah satu wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul adalah melalui pendidikan. Lantas bagaimana dengan persiapan guru untuk diri mereka sendiri sebagai guru yang tengah mempersiapkan murid-murid sebagai manusia global yang ideal.

Dalam konteks ini, guru yang mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan masa depan tidak hanya berorientasi pada kecerdasan atau keterampilan saja, namun perlu diarahkan pada persoalan-persoalan global, artinya guru membutuhkan sensitivitas yang tinggi terhadap kondisi riil masyarakat serta isu-isu yang bersifat paradigmatik, seperti pluralism, radikalisme, universalisme, dekonstruksi, dan lain sebagainya.

Banyak guru yang meresahkan kebijakan pemerintah yang sering mengganti kurikulum dan belum secara maksimal memberdayakan guru dalam mengaplikaikan kurikulum tersebut. Selain itu, minimnya sarana serta kualitas  teknologi  sangat mempengaruhi pembelajaran yang menyesuaikan abad 21 yang cenderung menekankan penggunaan teknologi. Contohnya, masih banyak komputer di sekolah yang tidak layak pakai dan belum diganti dengan komputer baru, sehingga menghambat proses pembelajaran berbasi teknologi.

Di samping sarana sekolah yang tidak memadahi, apresiasi terhadap guru masih sangat minim, khususnya para guru honorer. Gaji yang rendah sering menjadi problem dalam meningkatkan keprofesionalitasan guru, hal ini sesuai dengan apa yang dipaparkan oleh  Walkington yang menyatakan bahwa keberhasilan dalam pengajaran juga dipengaruhi oleh adanya pengakuan dan penghargaan peran-peran yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan secara umum, beberapa guru masih cederung menggunakan model pembelajaran  lama. Kurangnya inovasi dalam merumuskan model perkembangan akan berdampak pada kualitas siswa. Model pembelajaran abad 21 masih sangat minim diaplikasikan di dalam kelas, dimana seharusnya model pembelajaran tersebut harusnya berpusat pada siswa, memiliki prosedur yang sistematis, menuntut siswa untuk berpikir kreatif, inovatif, dan aktif, berfokus pada kompetensi yang akan dicapai, mampu membangun karakter siswa, pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas melaunkan juga di luar kelas, serta guru berperas sebagai fasilitator selama proses pembelajaran.

Persoalan-persoalan yang dialami guru tersebut memberikan peluang untuk dilakukankanya proses transformasi, yakni sebuah pemikiran alternatif berupa pendidikan transformatif sesuai dengan gagasan ide yang dipaparkan oleh Rembangy dalam bukunya mengenai pendidikan transformatif. Sebenarnya pemikiran Rembangy sejalan dengan pemikiran A. Malik Fadjar yang disampaikan oleh Rusniati dalam sebuah artikelnya, yakni pendidikan yang mampu menjawab tantangan global adalah  pendidikan yang integralistik, humanistik, pragmatik dan berakar pada budaya kuat. Namun pemikiran alternatif yang diusung oleh Fadjar tidak memaparkan adanya jaminan kualitas serta wawasan futuristiknya. Sehingga kebutuhan guru untuk masa mendatang masih belum kuat terwakili oleh Fadjar tersebut. Namun, ada satu hal yang sangat ditekankan dari hasil pemikirn Fadjar yang tidak ditekankan dalam gagasan Rembangy yakni nilai spiritual. 

Adanya pendidikan transformatif terhadap guru berdasarkan gagasan-gagasan dari orang yang telah disebutkan di atas diyakini mampu menjawab tantangan masa depan guru Indonesia, salah satunya adalah transformasi nilai untuk meningkatkan ide-ide kritis baru dan penguatan etos kerja. Oleh karena itu, perlu adanya reorientasi pemikiran pendidikan transformatif sebagai upaya pemikiran alternatif untuk membangun paradigma guru dalam perspektif global sehingga guru akan lebih mampu menghadapi tantangan masa depan. 

Sehingga, dari gagasan-gagasan tersebut dapat dirangkum hal-hal yang harus dilakukan oleh guru sebagai wujud pemikiran transformatid antara lain adalah menumbuhkan kesadaran kritis bahwa kebutuhan guru untuk masa mendatang jauh lebih kompleks dan membutuhkan persiapan yang benar-benar matang: meningkatkan wawasan yang mampu menganalisa apa saja yang akan terjadi di masa mendatang, wawasan futuristik di sini adalah upaya meramal kode alam yang telah digambarkan di zaman sekarang; meningkatkan keterampilan agar mampu berkompetisi dengan kompetitif dan kompeten; menjaga nilai-nilai humanis agar tetap mewujudkan pendidikan tarnsformatif yang tidak meninggalkan nilai-nilai dari bangsa: mendapatkan jaminan kualitas yang diberikan oleh lembaga berwenang khususnya pemerintah untuk mewujudkan kekonsistensian guru dalam upayanya membangun paradigma dalam prespektif global, yaitu menerpakan pendidikan transformatif terhadap guru itu sendiri; dan terakhir adalah kembali pada akar dzat yang menciptakan, Tuhan YME. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teras Bahasa: Gerakan Literasi Bahasa

Dear My Dears

Tala Loka