Senja Tak Kunjung Purna

- sebuah catatan yang ku tulis petang dulu -


“Hai Si Purna, janganlah bersembunyi. Hadirlah di waktu ini. Segera! Kacamata ini sudah tak banyak membantu. Begitu lusuh dan memburamkan sisi sekitar. Tanpa persis tahu bahwa di sana memaki, di sini memaki, sayapun turut memaki, meski masih terjeda spasi. Lantas siapa pembela hati?”

Malangnya hati ini.

Kacamata ini suah tak mampu memandang dan memahami.

Senjak di bawa ke sana ke mari meraih sisa-sisa potret surgawi.

“Dan nahas, ayam memandang iba. Duh, ayam? Bisakah dia pergi saja? Jangan membuatku semakin tak nampak di senja ini. Pula, bukankah matanya tak mampu melihat jelas di kegelapan. Lebih baik dia bobok, kemudian berkokok di sepertiga malam terakhir. Selepas senja, menjelang fajar. Jangan terlambat!”

Karena Si Purna sedikit manja, nyatanya juga butuh dijemput.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teras Bahasa: Gerakan Literasi Bahasa

Dear My Dears

Tala Loka